Tafsir Al Quran Surat As Saffat Ayat yang ke: 83, 84, 85, 86, 87, 88, 89, 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 100, 101, 102, 103, 104, 105, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 112, dan 113.
Dibawah ini menerangkan tentang kisah Nabi Ibrahim yang mempelajari ilmu nujum, menghancurkan patung -patung sesembahan dan menyisakan satu yang besar, lalu peristiwa ketika Nabi Ibrahim berusaha dibunuh dengan dibakar diatas api yang menyala-nyala. Proses hijrahnya beliau ke negeri Syam. Kemudian menceritakan pula Nabi Ibrahim dengan anaknya yakni Nabi Ismail yang disebut sebagai anak yang halim, artinya sangat sabar, akhlaknya mulia, dadanya lapang dan suka memaafkan kesalahan orang. Nabi Ibrahim mendapatkan mimpi berupa perintah Allah untuk menyembelihnya, Allah menggantinya dengan seekor kambing, dan hal ini merupakan sejarah disyariatkannya Qurban yang dilakukan pada hari raya haji.
Ayat 83-99: Kisah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, ajakannya kepada kaumnya untuk menyembah Allah Subhaanahu wa Ta’aala, dan bagaimana kaumnya menggunakan kekerasan ketika kalah hujjahnya.
وَإِنَّ مِنْ شِيعَتِهِ لإبْرَاهِيمَ (٨٣) إِذْ جَاءَ رَبَّهُ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ (٨٤) إِذْ قَالَ لأبِيهِ وَقَوْمِهِ مَاذَا تَعْبُدُونَ (٨٥) أَئِفْكًا آلِهَةً دُونَ اللَّهِ تُرِيدُونَ (٨٦) فَمَا ظَنُّكُمْ بِرَبِّ الْعَالَمِينَ (٨٧) فَنَظَرَ نَظْرَةً فِي النُّجُومِ (٨٨)فَقَالَ إِنِّي سَقِيمٌ (٨٩) فَتَوَلَّوْا عَنْهُ مُدْبِرِينَ (٩٠) فَرَاغَ إِلَى آلِهَتِهِمْ فَقَالَ أَلا تَأْكُلُونَ (٩١) مَا لَكُمْ لا تَنْطِقُونَ (٩٢) فَرَاغَ عَلَيْهِمْ ضَرْبًا بِالْيَمِينِ (٩٣) فَأَقْبَلُوا إِلَيْهِ يَزِفُّونَ (٩٤) قَالَ أَتَعْبُدُونَ مَا تَنْحِتُونَ (٩٥) وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ (٩٦) قَالُوا ابْنُوا لَهُ بُنْيَانًا فَأَلْقُوهُ فِي الْجَحِيمِ (٩٧) فَأَرَادُوا بِهِ كَيْدًا فَجَعَلْنَاهُمُ الأسْفَلِينَ (٩٨) وَقَالَ إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّي سَيَهْدِينِ (٩٩)
Terjemah Surat As Saffat Ayat 83-99
83. Dan sungguh, Ibrahim termasuk golongannya (Nuh)[1].
84. (lngatlah) ketika dia datang kepada Tuhannya dengan hati yang suci[2].
85. (Ingatlah) ketika dia berkata kepada ayahnya dan kaumnya, “Apakah yang kamu sembah itu?[3]
86. Apakah kamu menghendaki kebohongan dengan sesembahan selain Allah itu[4]?
87. Maka bagaimana anggapanmu terhadap Tuhan seluruh alam[5]?”
88. [6]Lalu dia memandang sekilas ke bintang-bintang,
89. kemudian dia (Ibrahim) berkata, “Sesungguhnya aku sakit.”
90. Lalu mereka berpaling dari dia dan pergi meninggalkannya[7].
91. Kemudian dia (Ibrahim) pergi dengan diam-diam kepada berhala-berhala mereka; lalu dia berkata, “Mengapa kamu tidak makan[8]?
92. Mengapa kamu tidak menjawab[9]?”
93. Lalu dihadapinya berhala-berhala itu sambil memukulnya dengan tangan kanannya (dengan kuat)[10].
94. Kemudian mereka (kaumnya) datang bergegas kepadanya[11].
95. Dia (Ibrahim) berkata[12], “Apakah kamu menyembah patung-patung yang kamu pahat itu[13]?,
96. padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu[14].”
97. Mereka berkata, “Buatlah bangunan (perapian)[15] untuknya (membakar) Ibrahim; lalu lemparkanlah dia ke dalam api yang menyala-nyala itu.”
98. Maka mereka bermaksud memperdayainya dengan (membakar)nya, (namun Allah menyelamatkannya), lalu Kami jadikan mereka orang-orang yang hina[16].
99. Dan dia (Ibrahim) berkata[17], “Sesungguhnya aku harus pergi menghadap kepada Tuhanku[18], Dia akan memberi petunjuk kepadaku[19].
Ayat 100-113: Kisah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dengan anaknya Nabi Isma’il ‘alaihis salam, dimana keduanya menampilkan ketataan, pengorbanan dan penyerahan yang tinggi kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala dan kabar gembira tentang kelahiran Ishaq ‘alaihis salam.
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ (١٠٠) فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلامٍ حَلِيمٍ (١٠١)فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (١٠٢) فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ (١٠٣) وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ (١٠٤) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (١٠٥) إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاءُ الْمُبِينُ (١٠٦) وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (١٠٧) وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الآخِرِينَ (١٠٨) سَلامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ (١٠٩)كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (١١٠) إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ (١١١) وَبَشَّرْنَاهُ بِإِسْحَاقَ نَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ (١١٢) وَبَارَكْنَا عَلَيْهِ وَعَلَى إِسْحَاقَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِمَا مُحْسِنٌ وَظَالِمٌ لِنَفْسِهِ مُبِينٌ (١١٣)
Terjemah Surat As Saffat Ayat 100-113
100. [20]Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang saleh.”
101. Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar (Ismail) [21].
102. Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi[22] bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu[23]!” Dia (Ismail) menjawab[24], “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar[25].”
103. Maka ketika keduanya telah berserah diri[26] dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipisnya[27], (nyatalah kesabaran keduanya ).
104. Lalu Kami panggil dia, “Wahai Ibrahim!
105. Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu[28].” Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik[29].
106. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata[30].
107. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar[31].
108. Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian[32],
109. “Selamat sejahtera bagi Ibrahim.”
110. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang baik[33].
111. Sungguh, dia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman[34].
112. Dan Kami beri dia kabar gembira dengan (kelahiran) Ishaq seorang Nabi yang termasuk orang-orang yang saleh[35].
113. Dan Kami limpahkan keberkahan kepadanya dan kepada Ishaq[36]. Dan di antara keturunan keduanya ada yang berbuat baik[37] dan ada (pula) yang terang-terangan berbuat zalim terhadap dirinya sendiri[38].
______________
[1] Maksudnya, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam termasuk golongan Nabi Nuh ‘alaihis salam dalam keimanan kepada Allah dan pokok-pokok agama meskipun jarak zaman antara keduanya berjauhan.
[2] Maksudnya ialah mengikhlaskan hatinya kepada Allah dengan sesungguhnya, atau maksudnya datang kepada Allah dengan hati yang selamat dari syirik, syak (keraguan), syubhat dan syahwat yang menghalangi untuk memandang jernih kebenaran serta mengamalkannya. Jika hati seorang hamba sudah bersih dan baik, maka otomatis anggota badannya pun bersih dan baik. Oleh karena itulah, Beliau menasihati manusia karena Allah dan ia mulai dengan orang yang terdekatnya, yaitu bapaknya kemudian kaumnya.
[3] Pertanyaan ini maksudnya adalah mengingkari dan membuat mereka menerima hujjah.
[4] Bisa juga maksudnya, apakah kamu menyembah tuhan-tuhan selain Allah yang sebenarnya bukan tuhan dan tidak pantas diibadahi?
[5] Yakni bagaimana anggapanmu jika kamu menemui-Nya sedangkan kamu menyembah selain-Nya, apa yang akan Dia lakukan terhadapmu, atau apa anggapanmu tentang tindakan yang akan dilakukan Tuhan semesta alam terhadapmu karena kamu menyembah selain-Nya? Ini merupakan kalimat untuk menakut-nakuti mereka dengan siksaan jika mereka tetap di atas perbuatan syirknya.
[6] Kaum Nabi Ibrahim adalah orang-orang yang biasa mempelajari ilmu nujum, maka pada suatu hari mereka keluar mendatangi tempat mereka berhari raya dan meninggalkan makanannya di dekat patung-patung sambil bertabarruk (ngalap berkah) dari patung-patung itu, di mana jika mereka kembali, maka mereka akan makan makanan itu. Ketika mereka hendak keluar, mereka berpapasan dengan Nabi Ibrahim dan berkata kepadanya, “Keluarlah bersama kami.” Lalu Nabi Ibrahim memandang sekilas ke bintang dan berkata, “Sesungguhnya aku sakit,” dengan maksud agar ia tetap di situ untuk melaksanakan rencananya menghancurkan sesembahan mereka. Dalam sebuah hadits yang shahih disebutkan, bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihis salam tidaklah berdusta kecuali dalam tiga keadaan; dua di antaranya dilakukan karena Allah ‘Azza wa Jalla, yaitu ucapannya, “Sesungguhnya saya sakit,” ucapannya, “Bahkan patung yang besar inilah yang melakukannya (yang menghancurkannya),” dan ucapannya tentang istrinya, “Sesungguhnya dia saudariku.”
[7] Saat itulah Beliau menemukan kesempatannya.
[8] Maksud Ibrahim dengan perkataan itu, ialah mengejek berhala-berhala itu, karena di dekat berhala itu banyak diletakkan makanan-makanan yang enak sebagai sajian-sajian (sesajen).
[9] Jika demikian sangat tidak layak sekali sesembahan seperti ini disembah, di mana ia lebih lemah daripada hewan yang masih bisa makan dan bersuara.
[10] Maka Nabi Ibrahim menghancurkan berhala itu berkeping-keping selain berhala yang besar agar mereka bertanya kepadanya.
[11] Setelah mereka mencari-cari berita tentang siapa yang melakukannya, lalu di antara mereka ada yang berkata, “Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim.” —Mereka berkata, “(Kalau demikian) bawalah dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka menyaksikan”.–Mereka bertanya (kepada Ibrahim), “Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, wahai Ibrahim?”–Ibrahim menjawab, “Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara.”– Maka mereka telah kembali kepada kesadaran dan berkata, “Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang menganiaya (diri sendiri)”,–Kemudian kepala mereka Jadi tertunduk (kembali membangkang lalu berkata), “Sesungguhnya kamu (wahai Ibrahim) telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara.” (lihat Al Anbiya’: 60-65) Kemudian Nabi Ibrahim menjawab sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas selanjutnya.
[12] Kepada kaumnya sambil mencela.
[13] Yakni yang kamu buat itu, dan meninggalkan beribadah kepada Allah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat.
[14] Yakni maka sembahlah Dia. Ayat ini juga menunjukan, bahwa amal manusia juga makhluk ciptaan Allah Subhaanahu wa Ta’aala.
[15] Lalu mereka taruh kayu bakar di bawahnya serta mereka nyalakan api. Ketika api telah membesar, maka mereka lemparkan Nabi Ibrahim ke dalamnya.
[16] Maksudnya, Allah menggagalkan tipu daya mereka untuk membunuh kekasih-Nya dengan pembunuhan yang sadis, dan menjadikan api itu dingin, sehingga Nabi Ibrahim keluar dari api itu dengan selamat.
[17] Setelah keluar dari api itu dan setelah menegakkan hujjah kepada mereka.
[18] Maksudnya, berhijrah kepada-Nya dari negeri kafir menuju negeri, di mana Beliau dapat beribadah kepada Allah dan berdakwah, yaitu Syam. Beliau lakukan hijrah setelah melihat bahwa kaumnya tidak dapat lagi diharapkan keimanannya dan tidak melihat kebaikan pada mereka.
[19] Yakni menunjukkan aku kepada sesuatu yang di sana terdapat kebaikan bagiku baik bagi agamaku maupun duniaku.
[20] Setelah Beliau sampai ke negeri yang suci.
[21] Yang dimaksud ayat tersebut ialah Nabi Ismail ‘alaihis salam, karena Allah Subhaanahu wa Ta’aala memberikan kabar gembira lagi setelah Nabi Ismail dengan Nabi Ishaq dari istrinya Sarah. Nabi Ismail disebut sebagai anak yang halim, artinya sangat sabar, akhlaknya mulia, dadanya lapang dan suka memaafkan kesalahan orang.
[22] dan mimpi para nabi adalah hak (benar) dan merupakan wahyu.
[23] Beliau bermusyawarah dengan anaknya agar anaknya dapat menerima dan tunduk kepada perintah itu.
[24] Dengan sikap sabar dan mengharap pahala dari Allah, mencari keridhaan-Nya dan berbakti kepada kedua orang tuanya.
[25] Nabi Ismail memberitahukan bapaknya bahwa ia siap bersabar, dan ia sertakan kalimat insya Allah, karena sesuatu tidaklah terjadi tanpa kehendak Allah ‘Azza wa Jalla.
[26] Yakni tunduk kepada perintah Allah dan Nabi Ibrahim sudah bertekad menyembelih anaknya yang menjadi buah hatinya karena memenuhi perintah Allah dan takut kepada siksa-Nya, sedangkan anaknya juga telah siap untuk bersabar.
[27] Untuk menidurkannya dan Beliau alihkan muka anaknya agar Beliau tidak melihatnya ketika hendak menyembelihnya.
[28] Yang dimaksud dengan membenarkan mimpi ialah mempercayai bahwa mimpi itu benar dari Allah Subhaanahu wa Ta’aala dan melaksanakannya.
[29] Yakni dalam beribadah kepada Allah dan mengutamakan keridhaan-Nya daripada keinginan hawa nafsunya.
[30] Maksudnya, dengan ujian tersebut jelaslah kebersihan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, sempurnanya cintanya kepada Tuhannya. Hal itu, karena ketika Allah menganugerahkan Nabi Ismail ‘alaihis salam kepadanya, maka Nabi Ibrahim sangat cinta sekali kepada anaknya, sedangkan Beliau adalah kekasih Allah, dan kekasih adalah kecintaan paling tinggi yang tidak menerima adanya keikutsertaan. Saat hati Nabi Ibrahim terpaut oleh cinta kepada anaknya, Allah Subhaanahu wa Ta’aala hendak membersihkan cinta Nabi Ibrahim dan menguji sejauh mana cintanya kepada Allah, maka Allah memerintahkan Ibrahim menyembelih anaknya yang Beliau cintai karena berbenturan dengan kecintaan kepada Tuhannya. Ketika ternyata, Beliau lebih mengutamakan kecintaan Allah dan mengedepankannya di atas hawa nafsunya, dan telah bertekad menyembelih puteranya, maka penyembelihan tidak ada lagi faedahnya, karena sudah jelas cintanya kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala.
[31] Setelah nyata kesabaran dan ketaatan Ibrahim dan Ismail ‘alaihimas salam, maka Allah melarang menyembelih Ismail dan untuk melanjutkan korban, Allah menggantinya dengan seekor sembelihan (kambing). Peristiwa ini menjadi dasar disyariatkannya Qurban yang dilakukan pada hari raya haji. Kambing tersebut dikatakan ‘azhim (besar) karena sebagai tebusan bagi Ismail, dan karena dalam ibadah yang agung, yaitu ibadah kurban, dan karena ia menjadi sebuah sunnah yang berlaku sepanjang zaman sampai hari Kiamat.
[32] Nabi Ibrahim rela dikucilkan oleh kaumnya karena mencari keridhaan Allah, sampai Beliau berhijrah dan telah teruji keimanannya, maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala membalas Beliau di dunia dan akhirat dengan balasan yang besar. Contoh balasan yang Allah berikan untuknya di dunia adalah tidak ada satu waktu pun berlalu sepeninggal Nabi Ibrahim kecuali Beliau dimuliakan, dipuji, disebut kebaikannya dan dikenang oleh manusia setelahnya sampai sekarang dan seterusnya.
[33] Baik dalam beribadah maupun dalam bergaul dengan manusia, di mana ia berusaha memilih yang terbaik untuk mereka.
[34] di mana imannya telah mencapai derajat yakin.
[35] Inilah kabar gembira yang kedua untuk Nabi Ibrahim, yaitu kabar gembira atas kelahiran Ishaq dari istrinya Sarah, di mana dari Ishaq akan lahir seorang nabi juga, yaitu Ya’qub.
[36] Yakni dengan menjadikan para nabi kebanyakan berasal dari keturunannya. Menurut Syaikh As Sa’diy, berkah di sini adalah dengan bertambah ilmu, amal dan keturunan. Oleh karena itu, Allah menyebarkan dari keduanya 3 bangsa yang besar, yaitu bangsa Arab dari keturunan Ismail, bangsa Bani Israil dan bangsa Romawi dari keturunan Ishaq.
[37] Yakni yang mukmin.
[38] Yakni yang kafir.
Menurut Syaikh As Sa’diy, mungkin saja kalimat, “Dan di antara keturunan keduanya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang terang-terangan berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.” untuk menerangkan firman-Nya, “Dan Kami limpahkan keberkahan kepadanya dan kepada Ishaq.” di mana jika diturunkan berkah, maka anak keturunannya menjadi orang-orang yang baik semua, maka dengan lanjutan ayat ini “Dan Kami limpahkan keberkahan kepadanya dan kepada Ishaq.” Allah Subhaanahu wa Ta’aala menrangkan, bahwa tidak semuanya baik, bahkan di antara mereka ada yang berbuat baik dan ada yang berbuat zalim.
______________
Baca juga:
Tafsir Surat As Saffat Ayat 1-21
Tafsir Surat As Saffat Ayat 22-39
Tafsir Surat As Saffat Ayat 40-61
Tafsir Surat As Saffat Ayat 62-82