Tafsir Al Qur’an Surah Al Baqarah Ayat Yang Ke 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, dan 25.
Tulisan ini merupakan kelanjutan dari tulisan sebelumnya (Tafsir Al Baqarah Ayat 8-16)
Ayat 17-20: Allah membuat dua permisalan untuk orang-orang munafik, menerangkan keadaan mereka, kebingungan dan kesesatan mereka.
Ayat 21-22: Menetapkan keesaan Allah dan kekuasaan-Nya, serta wajibnya beribadah kepada-Nya.
Ayat 23-25: Menyebutkan kemukjizatan Al Qur’an, tantangan kepada kaum musyrikin mengenai Al Qur’an, menetapkan kenabian Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, menerangkan balasan orang-orang kafir dan balasan untuk orang-orang mukmin.
17. Perumpamaan mereka adalah seperti orang-orang yang menyalakan api[1], setelah menerangi sekelilingnya, Allah melenyapkan cahaya (yang menyinari) mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat[2].
18. Mereka tuli, bisu dan buta[3], sehingga mereka tidak dapat kembali (ke jalan yang benar),
19. Atau seperti (orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit, yang disertai kegelapan[4], petir dan kilat. Mereka menyumbat telinga dengan jari-jarinya, (menghindari) suara petir itu karena takut mati[5]. Allah meliputi orang-orang yang kafir[6].
20. Hampir saja kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali (kilat itu) menyinari, mereka berjalan di bawah (sinar) itu, dan apabila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya Dia menghilangkan pendengaran dan penglihatan mereka[7]. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu[8].
21. Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa[9].
22. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu[10] dan langit[11] sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah[12], padahal kamu mengetahui[13].
23. Dan jika kamu meragukan (Al Quran)[14] yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad)[15], maka buatlah[16] satu surat yang semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.
24. Jika kamu tidak mampu membuatnya dan pasti kamu tidak akan mampu[17], maka takutlah kamu akan api neraka[18] yang bahan bakarnya manusia dan batu yang disediakan bagi orang-orang kafir[19].
25. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan berbuat baik, bahwa untuk mereka disediakan surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai[20]. Setiap kali mereka diberi rezeki buah-buahan dari surga, mereka berkata, “Inilah rezeki yang pernah diberikan kepada kami dahulu[21].” Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan di sana mereka (memperoleh) pasangan-pasangan yang suci[22]. Mereka kekal di dalamnya[23].
[1] Orang-orang munafik itu tidak dapat mengambil manfaat dari petunjuk-petunjuk yang datang dari Allah, karena sifat-sifat kemunafikkan yang bersemi dalam dada mereka. Keadaan mereka digambarkan Allah seperti dalam ayat tersebut di atas.
[2] Mereka terombang-ambing dalam gelapnya kesesatan namun mereka tidak sadar dan tidak ada harapan lagi untuk keluar daripadanya tidak ubahnya seperti sebuah rombongan yang berada di malam yang gelap, di mana salah seorang di antara mereka menyalakan api yang besar untuk penerangan dan menghangatkan badan. Ketika api telah membesar dan menerangi sekelilingnya, saat itu juga api pun padam sehingga mereka kebingungan tidak dapat melihat apa-apa dan tidak mengetahui jalan.
[3] Walaupun pancaindera mereka sehat mereka dipandang tuli, bisu dan buta karena tidak dapat menerima kebenaran. Oleh karena itu, mereka tidak dapat kembali kepada keimanan dan kebenaran yang telah mereka tinggalkan dan mereka ganti dengan kesesatan. Berbeda dengan orang-orang yang meninggalkannya karena tidak mengetahui, mereka ini lebih mudah kembali.
[4] Kegelapan malam dan kegelapan awan.
[5] Keadaan orang-orang munafik itu, ketika mendengar ayat-ayat yang mengandung peringatan adalah seperti orang yang ditimpa hujan lebat dan petir. Mereka menyumbat telinganya karena tidak sanggup mendengar peringatan-peringatan Al Qur’an itu.
[6] Maksudnya pengetahuan dan kekuasaan Allah meliputi orang-orang kafir.
[7] Dalam ayat ini, Allah menakut-nakuti orang-orang munafik dengan azab di dunia agar mereka takut sehingga berhenti dari melakukan keburukan dan berbuat nifak.
[8] Sekiranya Allah tidak memberikan tangguh kepada mereka, tentu Allah akan menghilangkan pendengaran dan penglihatan mereka, dan Dia Mahakuasa terhadapnya kapan saja waktunya, tidak ada sesuatu pun yang menghalangi-Nya. Di ayat ini juga terdapat bantahan kepada kaum Qadariyyah (yang mengingkari taqdir) yang mengatakan bahwa perbuatan mereka tidak di bawah kekuasaan Allah Ta’ala, padahal perbuatan mereka termasuk yang berada di bawah kekuasaan-Nya.
[9] Ayat ini merupakan seruan Allah kepada semua manusia agar beribadah kepada Allah yang mengurus mereka dengan nikmat-nikmat-Nya dan agar mereka takut kepada-Nya serta tidak menyelisihi agama-Nya. Dialah yang mengadakan mereka yang sebelumnya tidak ada, Dia pula yang mengadakan orang-orang sebelum mereka. Ayat “agar kamu bertakwa” bisa maksudnya bahwa jika kita beribadah kepada Allah saja, berarti kita telah menjaga diri dari kemurkaan dan siksa-Nya, bisa juga maksudnya bahwa jika kita beribadah kepada Allah, kita dapat menjadi orang-orang yang bertakwa. Kedua maksud tersebut adalah benar, oleh karena itu barangsiapa yang beribadah kepada Allah Ta’ala secara sempurna maka ia tergolong sebagai orang-orang yang bertakwa, dan jika tergolong orang-orang yang bertakwa, maka ia akan memperoleh keselamatan dari azab Allah dan kemurkaan-Nya.
[10] Agar manusia dapat hidup dengan mudah di atasnya.
[11] Langit atau dalam bahasa Arabnya disebut samaa’ artinya semua yang ada di atas kita. Oleh karena itu, ahli tafsir menafsirkan samaa’ atau langit di sini dengan awan.
[12] Ialah segala sesuatu yang disembah selain Allah seperti berhala-berhala, dewa-dewa, dan sebagainya.
[13] Yakni mengetahui bahwa Dialah satu-satunya yang menciptakan dan memberikan rezeki. karena itu hanya Dia sajalah yang berhak disembah, tidak selain-Nya. Ayat ini memerintahkan kita untuk beribadah kepada Allah Ta’ala saja dan meniadakan sesembahan selain Allah apa pun bentuknya sebagai cerminan dari kalimat Laailaahaillallah. Dalam ayat ini terdapat tauhid Rububiyyah (pernyataan bahwa hanya Allah saja yang menciptakan, mengatur, menguasai dan memberikan rezeki kepada alam semesta) dan uluhiyyah (keberhakan-Nya diibadahi). Jika kita mengetahui bahwa hanya Dia yang menciptakan dan mengatur alam semesta, maka hanya Dia pula yang berhak diibadahi; tidak selain-Nya.
[14] Orang yang masih meragukan jika sebelumnya tidak mengenal yang hak, lalu diterangkan yang hak itu, maka diharapkan mau mengikuti jika memang dalam hatinya ada niat mencari yang hak. Adapun orang yang tetap menentang, yakni sudah mengetahui yang hak, namun malah ditinggalkannya, maka tidak mungkin rujuk, demikian juga orang yang meragukannya dan niat untuk mencari yang hak tidak benar, pada umumnya ia juga tidak mau mengikuti.
[15] Jika kalian wahai orang-orang kafir tetap meragukan Al Qur’an yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak mengenal tulis-baca dan kalian mengira bahwa ia bukan dati sisi Allah. Disebut “hamba Kami” oleh Allah Ta’ala dalam ayat tersebut merupakan kedudukan besar bagi Beliau.
[16] Ayat ini merupakan tantangan bagi mereka yang meragukan tentang kebenaran Al Quran. Al Qur’an itu tidak dapat ditiru walaupun hanya satu surat meskipun mengerahkan semua ahli sastera dan bahasa karena ia merupakan mukjizat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[17] Hal ini merupakan bukti kebenaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan apa yang dibawanya. bagaimana mungkin makhluk yang diciptakan dari tanah (manusia) sanggup mengatakan perkataan yang sama dengan perkataan Rabbul ‘aalamin, apakah makhluk yang memiliki kekurangan dan fakir ini mampu menandingi perkataan Zat yang memiliki kesempurnaan secara mutlak. Setiap orang yang memiliki rasa bahasa dan pengetahuan tentang berbagai macam perkataan pasti akan mengetahui perbedaan yang nampak ketika Al Qur’an ini dibandingkan dengan perkataan para ahli sastera.
[18] Yaitu dengan beriman kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ta’at kepada Allah Ta’ala. Api neraka yang sudah disiapkan Allah Ta’ala untuk orang-orang yang kafir kepada Allah dan Rasul-Nya bahan bakarnya manusia dan batu, maka janganlah kamu kafir setelah jelas bagimu kebenarannya. Setelah itu, pada ayat selanjutnya Allah Ta’ala menyebutkan balasan jika mereka mau beriman sebagaimana pada ayat selanjutnya. Seperti inilah cara yang digunakan Al Qur’an, menggabung antara targhib (memberikan dorongan) dan tarhib (menakut-nakuti) agar seorang hamba ketika berharap sambil bersikap cemas, dan ketika takut sambil tetap berharap dan tidak berputus asa.
[19] Ayat ini menunjukkan bahwa orang-orang kafirlah yang kekal di neraka. Adapun orang yang beriman (muslim) meskipun melakukan dosa besar, maka ia tidak kekal di neraka.
[20] Yakni berikanlah kabar gembira wahai Rasul dan orang yang menjadi pewarisnya (para ulama) kepada orang-orang yang beriman dengan hatinya dan beramal shalih dengan anggota badannya, di mana mereka membuktikan iman mereka dengan amal shalih, bahwa mereka akan memperoleh taman-taman yang indah, dan di bawah istana yang tinggi serta pohon yang lebat ada sungai-sungai yang mengalir; ada sungai yang berair tawar, sungai susu, sungai madu dan sungai khamr (arak) sebagaimana dalam surat Muhammad ayat 15; mereka bisa memancarkan dan mengarahkannya ke arah yang mereka kehendaki.
Amal yang baik disebut amal yang shalih, karena dengan amal shalih akan menjadi baik keadaan seorang hamba, urusan agama dan dunianya, hidupnya di dunia dan akhiratnya dan hilang daripadanya keadaan yang buruk sehingga ia termasuk ke dalam golongan orang-orang yang shalih, dan cocok untuk tinggal di sisi Ar Rahman di surga-Nya.
[21] Setiap kali Allah memberikan rezeki berupa satu jenis buah-buahan yang nikmat, mereka berkata, “Dahulu, Allah juga melimpahkan rezeki jenis ini.” Ketika mereka memakannya, mereka merasakan sesuatu yang baru dalam hal rasa dan lezatnya, meskipun buah-buahan itu mirip dengan sebelumnya di dunia baik warna, nama dan nampak dari luarnya.
[22] Suci dari semua kotoran hissiy (yang dapat dirasakan) seperti buang air kecil, buang air besar, ingus, riak, haidh, dsb. demikian juga suci dari kotoran maknawi seperti dusta dan akhlak yang buruk.
[23] Kenikmatan di surga itu adalah kenikmatan yang serba lengkap, baik jasmani maupun rohani, penghuninya senantiasa memperoleh kenikmatan, mereka tidak mati di dalamnya dan tidak akan dikeluarkan. Dalam ayat ini terdapat anjuran memberikan kabar gembira kepada kaum mukmin untuk mendorong mereka beramal dengan menyebutkan balasan yang akan diperoleh, dengan begitu membuat mereka ringan dalam beramal shalih. Kabar gembira yang paling besar bagi seseorang adalah diberi-Nya taufiq untuk beriman dan beramal shalih, ia merupakan awal kabar gembira dan asalnya, setelahnya kabar gembira ketika meninggal dan setelahnya lagi adalah masuk ke tempat yang penuh kenikmatan. Kita meminta kepada Allah agar kita semua dimasukkan ke dalamnya, Allahumma aamiin.