Tafsir Al Qur’an Surat Al Anfaal Ayat yang ke: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, dan 14.
Surah yang ke-8 dan terdiri dari 75 ayat. Termasuk kedalam surat Madaniyyah, ada yang berpendapat kecuali ayat 30-37.
Ayat dibawah ini menerangkan tentang harta rampasan perang [Ghanimah] berserta cara pembagiannya, kategori orang beriman: ketika disebut nama Allah maka gemetar hatinya dan ketika dibacakan ayat-ayat-Nya maka bertambah kuat imannya, mendirikan sholat, dan menginfakkan sebagian hartanya. Lalu menerangkan tentang pertolongan Allah kepada Rasul dan kaum muslimin dalam perang Badar, tingginya kalimat Allah dan kalahnya kebathilan, kesungguhan Nabi Muhammad dalam berdoa ketika mengahadapi musuh yang jumlahnya sangat tidak seimbang, dll.
Ayat 1-4: Hukum ghanimah dan pembagiannya, cara pembagian ghanimah terserah kepada Allah dan Rasul-Nya serta penjelasan sifat-sifat orang mukmin yang sesungguhnya
Terjemah Surat Al Anfaal Ayat 1-4
1.[1] Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah, “Harta rampasan perang itu milik Allah[2] dan Rasul[3] (menurut ketentuan Allah dan Rasul-Nya), maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu[4], dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu orang-orang yang beriman[5].”
2.[6] Sesungguhnya orang-orang yang beriman[7] adalah mereka yang apabila disebut nama Allah[8] gemetar hatinya[9], dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka bertambah (kuat) imannya[10] dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakkal[11],
3. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat[12] dan yang menginfakkan[13] sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.
4. Mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman[14]. Mereka akan memperoleh derajat (tinggi) di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia[15].
Ayat 5-8: Keengganan sebagian kaum muslimin untuk pergi ke perang Badar dan pertolongan Alah kepada kaum muslimin Pertolongan Allah kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, tingginya kalimat Allah dan kalahnya kebatilan
Terjemah Surat Al Anfaal Ayat 5-8
5.[16] Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran[17], padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya[18],
6. Mereka membantahmu (Muhammad) tentang kebenaran setelah nyata (bahwa mereka pasti menang), seakan-akan mereka dihalau kepada kematian, sedang mereka melihat (sebab kematian itu)[19].
7. Dan (ingatlah) ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari dua golongan (yang kamu hadapi) adalah untukmu[20], sedangkan kamu menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekekuatan senjatalah untukmu[21], tetapi Allah hendak membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya[22] dan memusnahkan orang-orang kafir sampai ke akar-akarnya[23],
8. Agar Allah memperkuat yang hak (Islam) dan menghilangkan yang batil (syirk) walaupun orang-orang yang berdosa (musyrik) itu tidak menyukainya[24].
Ayat 9-14: Permintaan pertolongan yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Tuhannya dalam perang Badar, dan sungguh-sungguhnya Beliau dalam berdoa
Terjemah Surat Al Anfaal Ayat 9-14
9.[25] (Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu[26], lalu diperkenankan-Nya bagimu, “Sungguh, Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut[27].”
10. Dan tidaklah Allah menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira agar hatimu menjadi tenteram karenanya[28]. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sungguh, Allah Maha Perkasa[29] lagi Mahabijaksana[30].
11. (Ingatlah), ketika Allah membuat kamu mengantuk untuk memberi ketenteraman dari-Nya[31], dan Allah menurunkan air (hujan) dari langit kepadamu untuk menyucikan kamu dengan (hujan) itu[32] dan menghilangkan gangguan-gangguan setan dari dirimu[33] dan untuk menguatkan hatimu[34] serta memperteguh telapak kakimu[35].
12. (Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat[36], “Sesungguhnya Aku bersama kamu[37], maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman[38].” Kelak akan Aku berikan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka pukullah[39] di atas leher mereka[40] dan pukullah tiap-tiap ujung jari mereka[41].
13. (Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barang siapa menentang Allah dan Rasul-Nya, sungguh, Allah sangat keras siksa-Nya[42].
14. Demikianlah (hukum dunia yang ditimpakan atasmu), maka rasakanlah hukuman itu (wahai orang-orang kafir)[43]. Sesungguhnya bagi orang-orang kafir ada (lagi) azab neraka.
[1] Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya dari Mush’ab bin Sa’ad dari bapaknya, ia berkata, “Ketika telah terjadi peperangan Badar, aku datang membawa pedang, lalu aku berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah telah mengobati (rasa marah) dadaku kepada kaum musyrik” atau kata-kata seperti itu. Berikanlah untukku pedang ini.” Beliau mejawab, “(Pedang) ini tidak untukku dan tidak untukmu.” Aku pun berkata, “Boleh jadi pedang ini akan diberikan kepada orang yang tidak berbuat seperti yang aku lakukan.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya engkau telah meminta kepadaku, sedangkan pedang itu bukan milikku, namun (sekarang) telah jadi milikku, dan ia (pedang itu) adalah untukmu.”, maka turunlah ayat, “Yas’aluunaka ‘anil anfaal.” Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan shahih.”
Abu Dawud juga meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu Abbas ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada peperangan Badar, “Barang siapa yang melakukan ini dan itu, maka ia memperoleh ini dan itu dari harta rampasan perang.” Maka para pemuda maju, sedangkan kaum tua memegang panji-panji dan tetap di tempatnya. Ketika Allah memberikan kemenangan kepada mereka, maka kaum tua berkata, “Kami merupakan pembela kamu. Jika kamu mundur, maka kamu akan kembali kepada kami. Oleh karena itu, kamu tidak boleh membawa harta rampasan semuanya, sedangkan kami tidak mengambilnya.” Akan tetapi para pemuda enggan melakukannya, mereka berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjadikannya untuk kami.” Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat, “Yas’aluunaka ‘anil anfaal…dst. Sampai Kamaa akhrajaka Rabbuka min baitika bil haq wa ina fariiqam minal mu’miniina la kaarihuun.” Ia (Ibnu Abbas) berkata, “Hal itu (berangkat ke perang Badar) lebih baik bagi mereka.” Demikian juga (pembagian secara sama antara para pemuda dan kaum tua dan tidak menyelisihi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Oleh karena itu, taatilah aku. Karena aku mengetahui akhir dari semua ini daripada kamu.”
Kedua sebab ini tidaklah bertentangan, karena mungkin saja ayat tersebut turun berkenaan kedua sebab ini, wallahu a’lam.
[2] Dia memberikannya kepada yang Dia kehendaki, dan tidak ada yang boleh menentangnya, bahkan sikap yang harus kamu lakukan adalah ridha dan menerima yang merupakan pengamalan dari firman-Nya, “Maka bertakwalah kepada Allah.”
[3] Beliau membaginya mengikuti perintah Allah. Ketika itu, Beliau membaginya secara sama rata.
[4] Dengan saling mencintai dan meninggalkan pertengkaran, karena ketika kaum muslimin memperoleh harta rampasan perang, mereka bertengkar, lalu mereka bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bagaimana cara membaginya dan kepada siapakah dibagi?
[5] Karena iman mengajak untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, jika kurang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hal itu disebabkan kekurangan imannya.
[6] Oleh karena iman terbagi menjadi dua bagian; iman yang sempurna yang menjadikan pemiliknya dipuji, disanjung dan memperoleh keberuntungan yang sempurna, dan iman yang kurang, maka pada ayat di atas Alah Subhaanahu wa Ta’aala menerangkan tentang iman yang sempurna.
[7] Maksudnya orang mukmin yang sempurna imannya.
[8] Yakni ancaman-Nya..
[9] Hatinya takut sehingga membuatnya menjauhi larangan Allah dan bertakwa kepada-Nya. Hal itu, karena takut kepada Alah merupakan penghalang terbesar seseorang mengerjakan larangan-larangan Allah dan pendorong utama seseorang mengerjakan perintah-perintah-Nya.
[10] Karena mereka memasang telinganya dan menghadirkan hatinya untuk mentadabburinya sehingga imannya bertambah, tentunya mereka mengetahui makna yang dikandung ayat tersebut, mengingat apa yang telah mereka lupakan, adanya kecintaan kepada kebaikan, rindu dengan keutamaan dari sisi Allah, takut terhadap siksa-nya dan menghindari maksiat, semua ini dapat menambah imannya.
[11] Mereka bersandar kepada Alah dalam mendatangkan maslahat dan menghindarkan madharrat dan yakin kepada-Nya.
[12] Yang wajib maupun yang sunat disertai sikap khusyu’ (hadirnya hati dan diamnya anggota badan).
[13] Baik infak yang wajib (seperti zakat, kaffarat, menafkahi anak dan istri, orang tua, dan budak yang dimiliki) maupun yang sunat (seperti sedekah di semua jalan-jalan kebaikan).
[14] Karena mereka menggabung antara Islam dengan iman, antara amalan batin dengan amalan zhahir (nampak), antara ilmu dengan amal, antara hak Allah dan hak hamba-hamba Allah. Ayat ini menunjukkan, bahwa sepatutnya seorang hamba memperhatikan imannya dan menguatkannya, yang di antara caranya adalah dengan mentadabburi (memikirkan) kitab Allah dan memperhatikan maknanya.
[15] Di surga, yaitu yang Allah siapkan untuk penghuni surga berupa sesuatu yang belum pernah terlihat oleh mata, belum pernah terdengar oleh telinga dan belum pernah terlintas di hati manusia.
[16] Sebelum menyebutkan peristiwa perang Badar, Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan dahulu sifat yang perlu dimiliki oleh orang-orang mukmin, di mana apabila seseorang memilikinya, maka keadaannya akan istiqamah dan amalnya akan baik, yang di antaranya adalah kesiapan berjihad di jalan Allah Subhaanahu wa Ta’aala.
[17] Ada yang menafsirkan, bahwa maksudnya adalah Allah mengatur pembagian harta rampasan perang dengan kebenaran, sebagaimana Allah menyuruhnya pergi dari rumah (di Madinah) untuk berperang ke Badar dengan kebenaran pula. Ada pula yang menafsirkan, bahwa oleh karena iman mereka adalah hakiki, dan balasan yang dijanjikan Allah untuknya adalah hak (benar), demikian pula Allah mengeluarkan Rasul-Nya dari rumahnya di Madinah menemui kaum msyrikin di Badar juga dengan hak (kebenaran).
[18] Ketika Abu Sufyan pulang bersama rombongannya dari Syam, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya keluar untuk meraih barang bawaan mereka. Namun kaum Quraisy ternyata mengetahui hal itu, maka keluarlah mereka bersama Abu Jahal dan para pendekar Mekah untuk menyelamatkan rombongan itu, dan akhirnya Abu Sufyan bersama rombongannya pergi melewati jalan di pinggir laut, sehingga mereka lolos. Lalu dikatakan kepada Abu Jahal, “Pulanglah!” namun ia menolak dan tetap berangkat ke Badar, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bermusyawarah dengan para sahabatnya dan bersabda, “Sesungguhnya Allah menjanjikan kepadaku (untuk memberikan kemenangan) terhadap salah satu dari dua golongan itu.” Maka para sahabat setuju untuk memerangi kaum Quraisy itu, sedangkan sebagian lagi tidak menyukainya dan berkata, “Kami belum bersiap-siap untuknya.”
[19] Padahal yang seperti ini tidak patut muncul dari mereka, terlebih setelah mereka mengetahui bahwa keluarnya mereka dari rumah adalah dengan hak (kebenaran), termasuk yang diperintahkan Allah dan diridhai-Nya. Oleh karena itu, tidak sepatutnya mereka memperdebatkannya, karena memperdebatkan hanyalah ketika kebenaran samar dan perkaranya rancu. Adapun apabila telah jelas dan terang, tidak ada sikap yang lain selain tunduk dan mengikuti.
[20] Yaitu kafilah Abu Sofyan yang membawa dagangan dari Syam atau kelompok yang datang dari Mekkah untuk berperang dibawah pimpinan Utbah bin Rabi’ah bersama Abu Jahal.
[21] Yaitu kafilah Abu Sufyan yang jumlahnya sedikit.
[22] Dengan bukti-bukti-Nya.
[23] Oleh karena itu, Dia memerintahkan kamu memerangi kelompok yang datang dari Mekah itu yang jumlahnya lebih besar dan sudah lengkap senjatanya. Mereka terdiri dari tokoh-tokoh Quraisy dan pendekarnya.
[24] Allah tidak peduli meskipun mereka tidak menyukainya.
[25] Imam Ahmad meriwayatkan dari Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Ketika tiba perang Badar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat para sahabatnya yang jumlahnya tiga rauts orang lebih, dan melihat kaum musyrik yang jumlahnya seribu orang lebih. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap kiblat dan mengangkat kedua tangannya, ketika itu Beliau memakai selendang dan sarung. Beliau berdoa, “Ya Allah, di mana janji yang Engkau janjikan kepadaku? Ya Allah penuhilah janji-Mu kepadaku. Ya Allah, jika Engkau binasakan sekelompok kaum muslimin ini, maka Engkau tidak akan disembah di bumi selamanya.” Beliau senantiasa meminta bantuan kepada Tuhannya Azza wa Jalla dan berdoa sehingga selendangnya jatuh, lalu Abu Bakar mendatanginya, mengambil selendangnya dan menaruh kembali padanya serta memeluknya dari belakang. Abu Bakar berkata, “Wahai Nabi Allah, cukuplah permohonanmu kepada Tuhanmu, dan Dia akan memenuhi janji-Nya kepadamu.” Maka Allah menurunkan ayat, “Idz tastaghiitsuuna…dst.” Hadits ini diriwayatkan pula oleh Muslim, Tirmidzi, dan Al Hafizh menyandarkannya kepada Abu Dawud , ia berkata, “Dishahihkan oleh Ali bin Al Madini.” Disebutkan pula oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Jarir.
[26] Agar Dia memberikan kemenangan kepadamu.
[27] Kemudian dibantu-Nya lagi dengan tiga ribu malaikat, dan kemudian lima ribu malaikat sebagaimana disebutkan dalam surat Ali Imran ayat 124-125.
[28] Kalau pun tidak dikirimkan para malaikat-Nya, maka sesungguhnya kemenangan di Tangan Allah, tidak karena banyaknya pasukan dan lengkapnya persenjataan.
[29] Tidak ada yang dapat mengalahkan-Nya.
[30] Di mana Dia menetapkan berbagai perkara dengan sebab-sebabnya dan meletakkan sesuatu pada tempatnya.
[31] Yang sebelumnya kamu ditimpa ketakutan. Hal ini termasuk pertolongan-Nya dan pengabulan-Nya terhadap doamu.
[32] Dari hadats maupun kotoran.
[33] Yakni was-wasnya kepadamu, seperti was-wasnya kepadamu bahwa jika kamu berada di atas kebenaran, tentu kamu tidak akan kehausan lagi berhadats, sedangkan kaum musyrik berada di dekat air.
[34] Dengan keyakinan dan kesabaran, karena kuatnya hati mempengaruhi kokohnya badan.
[35] Ada yang mengartikan dengan teguh hati dan pendirian, dan ada pula yang mengartikan dengan tidak terperosok ke dalam pasir.
[36] Yang membantu kaum muslimin.
[37] Dengan memberikan bantuan dan pertolongan.
[38] Dengan membantu dan memberikan kabar gembira, mendorong mereka untuk berani melawan musuh serta mendorong mereka berjihad.
[39] Khithab (pembicaraan) ini bisa ditujukan kepada para malaikat dan bisa ditujukan kepada kaum mukmin. Jika ditujukan kepada para malaikat, maka hal ini menunjukkan bahwa para malaikat ikut terjun dalam perang Badar, dan jika ditujukan kepada kaum mukmin, maka berarti Allah mendorong mereka dan mengajari mereka bagaimana mereka membunuh kaum musyrik, dan bahwa mereka tidak perlu mengasihani orang-orang musyrik karena mereka telah menentang Allah dan Rasul-Nya.
[40] Yakni penggallah leher mereka. Oleh karena itulah, ketika salah seorang kaum muslimin hendak memenggal leher orang kafir dalam perang Badar, ternyata lehernya sudah jatuh lebih dahulu karena pukulan malaikat.
[41] Maksud ujung jari di sini adalah persendian anggota tangan dan kaki. Dalam peperangan, sasaran yang mematikan adalah leher, tetapi apabila lawan memakai baju besi sehingga sulit dikalahkan, maka tangannya yang dilumpuhkan agar tidak dapat memegang senjata sehingga mudah ditawan.
[42] Di antara siksaan-Nya adalah dengan memberikan kekuasaan kepada para wali-Nya terhadap musuh-musuh-Nya.
[43] Dalam kisah di atas terdapat ayat-ayat Allah yang besar yang menunjukkan bahwa apa yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah benar, janji Allah adalah benar, pengabulan Allah terhadap doa hamba-Nya, perhatian yang besar dari Allah kepada keadaan hamba-hamba-Nya yang beriman dan pengadaan-Nya terhadap sebab yang mengokohkan iman dan pendirian mereka serta penyingkiran-Nya terhadap bahaya dan was-was setan yang datang kepada mereka.
Tags: Tafsir Lengkap Al Quran Online Indonesia, Surat Al Anfaal, Terjemahan Dan Arti Ayat Al Quran Digital, Penjelasan dan Keterangan, Kandungan, Asbabun Nuzul, Download Tafsir Al Quran, Footnote atau catatan kaki.