TAFSIR SURAT AL MAIDAH AYAT 57-64

By | 13/10/2015

Tafsir Al Qur’an Surat Al Maidah Ayat yang ke: 57, 58, 59, 60, 61, 62, 63, dan 64.
Ayat yang menjelaskan tentang larangan menjadikan orang-orang Musyrik, Yahudi, dan Nasrani  sebagai wali. Menampakkan kesesatan dan kecacatan ahli kitab, makna Thagut. Lalu menceritakan tentang tipu muslihat orang munafik dan Yahudi, menyebutkan aib-aib mereka: suka berbohong, bermaksiat (terkait dengan hak Allah dan terkait dengan hak sesama makhluk), menerima sogokan, laknat Allah dan hukuman didunia-akhirat bagi mereka semua.

Ayat 57-58: Ajakan kepada kaum muslimin untuk tidak berwala’ kepada Ahli Kitab dan orang-orang kafir

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (٥٧) وَإِذَا نَادَيْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ اتَّخَذُوهَا هُزُوًا وَلَعِبًا ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لا يَعْقِلُونَ (٥٨

Terjemah Surat Al Maidah Ayat 57-64

57.[1] Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan pemimpinmu orang-orang yang membuat agamamu jadi bahan ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu orang-orang yang beriman.

58. Dan apabila kamu menyeru untuk (melaksanakan) shalat[2], mereka menjadikannya bahan ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka orang-orang yang tidak mengerti.

Ayat 59-60: Membuka cacat Ahli Kitab dan kesesatan mereka, dan bagaimana mereka memandang salah kaum mukmin

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ هَلْ تَنْقِمُونَ مِنَّا إِلا أَنْ آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلُ وَأَنَّ أَكْثَرَكُمْ فَاسِقُونَ (٥٩) قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ ذَلِكَ مَثُوبَةً عِنْدَ اللَّهِ مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ أُولَئِكَ شَرٌّ مَكَانًا وَأَضَلُّ عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ (٦٠

Terjemah Surat Al Maidah Ayat 59-60

59.[3] Katakanlah, “Wahai Ahli Kitab! Apakah kamu memandang kami salah, hanya karena kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya? [4] Sungguh, kebanyakan dari kamu adalah orang-orang yang fasik.”

60.[5] Katakanlah (Muhammad), “Apakah aku akan beritakan kepadamu tentang orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang fasik) di sisi Allah? Yaitu, orang yang dilaknat dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi[6] dan (orang yang) menyembah thaghut[7].” Mereka itu lebih buruk tempatnya[8] dan lebih tersesat dari jalan yang lurus.

Ayat 61-64: Contoh tipu daya orang-orang Yahudi, sikap main-main mereka, kedustaan mereka terhadap Allah dan Rasul-Nya, serta menerangkan hukuman untuk mereka di dunia dan akhirat

وَإِذَا جَاءُوكُمْ قَالُوا آمَنَّا وَقَدْ دَخَلُوا بِالْكُفْرِ وَهُمْ قَدْ خَرَجُوا بِهِ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا يَكْتُمُونَ (٦١) وَتَرَى كَثِيرًا مِنْهُمْ يُسَارِعُونَ فِي الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (٦٢) لَوْلا يَنْهَاهُمُ الرَّبَّانِيُّونَ وَالأحْبَارُ عَنْ قَوْلِهِمُ الإثْمَ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَصْنَعُونَ (٦٣) وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ وَلُعِنُوا بِمَا قَالُوا بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ يُنْفِقُ كَيْفَ يَشَاءُ وَلَيَزِيدَنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ طُغْيَانًا وَكُفْرًا وَأَلْقَيْنَا بَيْنَهُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ كُلَّمَا أَوْقَدُوا نَارًا لِلْحَرْبِ أَطْفَأَهَا اللَّهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الأرْضِ فَسَادًا وَاللَّهُ لا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ (٦٤

Terjemah Surat Al Maidah Ayat 61-64

61. Dan apabila mereka (Yahudi atau munafik) datang kepadamu, mereka mengatakan, “Kami telah beriman”[9], padahal mereka datang kepadamu dengan kekafiran dan mereka pergi pun demikian; dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan[10].

62.[11] Dan kamu akan melihat banyak di antara mereka (orang Yahudi) berlomba dalam berbuat dosa[12], permusuhan dan memakan yang haram[13]. Sungguh, sangat buruk apa yang mereka perbuat.

63. Mengapa para ulama dan para pendeta[14] mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sungguh, sangat buruk apa yang mereka perbuat.

64. Orang-orang Yahudi berkata[15], “Tangan Allah terbelenggu.”[16] Sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu[17] dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. Padahal kedua tangan Allah terbuka[18], Dia memberi rezeki sebagaimana Dia kehendaki[19]. Dan (Al Qur’an) yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu pasti akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan mereka[20]. Dan Kami timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari kiamat[21]. Setiap mereka menyalakan api peperangan[22], Allah memadamkannya[23] dan mereka berusaha menimbulkan kerusakan di bumi[24]. Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan[25].


[1] Dalam ayat ini, Allah Subhaanahu wa Ta’aala melarang kaum mukmin menjadikan orang-orang Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) serta orang-orang musyrik sebagai wali, dengan mencintai dan menolong mereka, bersikap setia kepada mereka, menampakkan rahasia kaum muslimin kepada mereka dan menolong mereka dalam hal yang merugikan Islam dan kaum muslimin. Demikian pula, Allah memerintahkan mereka untuk tetap bertakwa kepada Allah dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, di antaranya adalah dengan berlepas diri dari mereka dan memusuhi mereka. Hal itu, karena sikap mereka mencela agama kaum muslimin, menjadikannya bahan ejekan dan permainan, menghina dan meremehkan, yang salah satunya adalah ibadah shalat yang menjadi syi’ar besar kaum muslimin, di mana mereka mengejeknya saat azan shalat dikumandangkan. Hal ini tidak lain karena kurang akal dan bodohnya mereka. Oleh karena itu, jika mereka masih diberikan wala’ padahal keadaan mereka (Ahli Kitab) seperti ini; yakni memusuhi dan menghina ajaran Islam, maka yang demikian menunjukkan keimanan orang yang memberikan wala’ begitu lemah dan tidak memiliki muruu’ah (kehormatan).

[2] Dengan melakukan azan.

[3] Ayat ini dan ayat setelahnya (59 dan 60) merupakan bantahan terhadap celaan mereka kepada agama Islam dan kaum muslimin.

[4] Yakni apakah menurutmu kami salah dan tercela hanya karena kami beriman kepada Allah, semua kitab-Nya dan semua rasul-Nya dan menyatakan bahwa orang yang tidak beriman kepada semua itu kafir lagi fasik? Apakah kamu mencela kami karena melakukan kewajiban yang paling utama ini? Di samping itu, kamu sendiri adalah orang-orang yang fasik, yang seharusnya diam. Jika kamu tidak fasik lalu mencela, maka hal itu lebih ringan daripada kamu mencela sedangkan diri kamu sendiri adalah orang-orang fasik.

[5] Karena celaan mereka yang ditujukan kepada kaum mukmin menunjukkan bahwa mereka menganggap orang-orang mukmin itu di atas keburukan, maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala memerintahkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab mereka dengan mengatakan apa yang disebutkan dalam ayat di atas.

[6] Yaitu orang-orang Yahudi yang melanggar kehormatan hari Sabtu (Lihat surat Al Baqarah ayat 65).

[7] Thagut artinya setan dan apa yang disembah selain Allah.

[8] Dari orang-orang mukmin, di mana rahmat Allah dekat dengan mereka, Allah meridhai mereka, memberikan balasan yang baik kepada mereka di dunia dan akhirat karena berbuat ikhlas kepada-Nya.

[9] Sebagai bentuk kemunafikan dan makar.

[10] Berupa kemunafikan dan niat jahat. Oleh karena itu, Dia akan membalas amal mereka.

[11] Di ayat ini dan ayat setelahnya Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan aib-aib mereka (orang-orang Yahudi) sebagai pembelaan terhadap hamba-hamba-Nya yang mukmin.

[12] Seperti suka berbohong, dan melakukan maksiat-maksiat lainnya, baik terkait dengan hak Allah maupun dengan hak makhluk.

[13] Yakni menerima risywah (sogokan). Hal ini menunjukkan kotornya jiwa mereka, suka berbuat maksiat dan kezaliman. Namun anehnya, mereka mengaku bahwa mereka di atas kemuliaan.

[14] Para ulama dan tokoh agama dibebani untuk memerintah manusia dan melarang, menerangkan kepada mereka jalan yang benar, mendorong mengerjakan kebaikan dan melarang mengerjakan keburukan.

[15] Ketika rezeki mereka sempit karena mendustakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal mereka sebelumnya memiliki harta yang banyak.

[16] Maksudnya ialah kikir, Mahasuci Allah dari ucapan keji tersebut.

[17] Kalimat ini mengandung beberapa makna:

– Kutukan dari Allah terhadap orang-orang Yahudi, yang berarti bahwa mereka akan terbelenggu di bawah kekuasaan bangsa-bangsa lain selama di dunia dan akan disiksa dengan belenggu neraka di akhirat kelak.

– Tangan mereka terbelenggu sehingga tidak dapat mengerjakan kebaikan, sekaligus doa buruk untuk mereka.

– Pernyataan bahwa tangan merekalah yang sesungguhnya terbelenggu dari berbuat baik kepada manusia, dan ternyata memang demikian, yakni mereka adalah manusia yang paling kikir kepada orang lain dan paling sedikit kebaikannya, paling buruk sangkaannya kepada Allah dan paling jauh dari rahmat-Nya, padahal rahmat-Nya mengena kepada segala sesuatu dan memenuhi alam bagian atas maupun bawah.

[18] Ahlussunnah sepakat bahwa Allah memiliki dua tangan secara hakiki namun yang sesuai dengan kebesaran-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

« إِنَّ الْمُقْسِطِينَ عِنْدَ اللَّهِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَنْ يَمِينِ الرَّحْمَنِ عَزَّ وَجَلَّ وَكِلْتَا يَدَيْهِ يَمِينٌ الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِى حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيهِمْ وَمَا وَلُوا » .

“Sesungguhnya orang-orang yang berbuat adil, di sisi Allah akan berada di atas mimbar-mibar dari cahaya di sebelah kanan Ar Rahman ‘Azza wa Jalla, dan kedua tangan-Nya adalah kanan. Mereka (yang berada di mimbar itu) adalah orang-orang yang adil dalam hukumnya, keluarganya dan dalam hal yang mereka pimpin.” (HR. Muslim)

Dalam hadits riwayat Muslim juga disebutkan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

« يَطْوِى اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ السَّمَوَاتِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ يَأْخُذُهُنَّ بِيَدِهِ الْيُمْنَى ثُمَّ يَقُولُ أَنَا الْمَلِكُ أَيْنَ الْجَبَّارُونَ أَيْنَ الْمُتَكَبِّرُونَ ثُمَّ يَطْوِى الأَرَضِينَ بِشِمَالِهِ ثُمَّ يَقُولُ أَنَا الْمَلِكُ أَيْنَ الْجَبَّارُونَ أَيْنَ الْمُتَكَبِّرُونَ » .

“Allah akan menggulung seluruh lapisan langit pada hari kiamat, lalu diambil dengan tangan kanan-Nya, dan berfirman, “Akulah penguasa, di mana orang-orang yang berlaku zalim? Di mana orang orang yang sombong?” Kemudian Allah menggulung beberapa bumi, lalu diambil dengan tangan kiri-Nya dan berfirman, “Akulah Penguasa, di mana orang-orang yang berlaku zalim? Di mana orang-orang yang sombong ?”.

Kedua hadits di atas menunjukkan bahwa Allah memiliki dua tangan, hanya saja di hadits pertama menerangkan bahwa kedua tangan-Nya adalah kanan, sedangkan hadits kedua menyebutkan tentang tangan kiri-Nya. Hal ini tidaklah bertentangan, karena maksud hadits pertama adalah bahwa tangan yang satu lagi tidaklah seperti tangan kiri sebagaimana tangan kiri yang dimiliki makhluk yang keadaannya lemah. Oleh karena itu, Beliau menerangkan, bahwa kedua tangan-Nya adalah kanan, yakni tidak memiliki kekurangan. Hal ini diperkuat oleh sabda Beliau dalam hadits tentang Adam, “Aku memilih tangan kanan Tuhanku, dan kedua tangan-Nya adalah kanan lagi diberkahi.” (HR. Muslim) oleh karena dikhawatirkan timbul persangkaan keliru jika ditetapkan tangan kiri yang menunjukkan kekurangan, maka Beliau menerangkan, “Kedua tangan-Nya adalah kanan,” hal ini juga diperkuat oleh sabda Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Orang-orang yang berbuat adil berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya di sebelah kanan Ar Rahman.” Maksudnya adalah menerangkan keutamaan mereka, martabat mereka, dan bahwa mereka di sebelah kanan Ar Rahman. Kesimpulannya, bahwa kedua tangan Allah adalah kanan tanpa diragukan lagi, dan masing-masingnya bukan yang lain, dan apabila kita sebut tangan yang lain itu adalah tangan kiri, maka bukan berarti kurang kuat dibanding tangan kanan, bahkan kedua tangan-Nya adalah kanan. (Lihat Al Qaulul Mufid ‘alaa Kitaabit Tauhid karya Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah).

[19] Tidak ada yang menghalangi apa yang Dia kehendaki, Dia melapangkan karunia dan ihsan-Nya baik karunia agama maupun dunia, dan memerintahkan hamba-hamba-Nya agar mendatangi kepemurahan-Nya serta tidak menutup pintu ihsan terhadap diri mereka dengan berbuat maksiat. Dia senantiasa memberi di malam dan siang hari, kebaikan-Nya senantiasa tercurah di setiap waktu, menghilangkan derita dan menyingkirkan kesedihan, mengkayakan yang miskin, membebaskan tawanan dan mengobati hati yang sedang merana, mengabulkan orang yang meminta, memberi orang yang fakir, mengabulkan permintaan orang sangat membutuhkan, memberi nikmat meskipun tidak diminta, menyembuhkan orang yang meminta kesembuhan, demikian juga tidak dihalangi dari kebaikan-Nya orang-orang yang bermaksiat. Di antara kepemurahan-Nya adalah memberi taufiq wali-wali-Nya untuk mengerjakan amal shalih, kemudian Dia memuji mereka karenanya dan menisbatkan amal itu kepada mereka, padahal yang demikian berkat kepemurahan-Nya, Dia membalas mereka terhadapnya dengan pahala yang segera atau ditunda nanti dengan balasan yang tidak mungkin digambarkan, dan belum pernah terlintas di hati manusia serta bersikap sayang kepada mereka dalam semua urusan mereka, menyampaikan kepada mereka ihsan-Nya serta menghindarkan musibah namun mereka tidak menyadarinya. Oleh karena itu, Mahasuci Allah, di mana semua nikmat yang dirasakan hamba berasal dari-Nya, dan kepada-Nya diminta untuk menghindarkan bahaya. Maha banyak kebaikan Allah, di mana tidak seorang pun yang dapat menjumlahkan pujian-Nya, bahkan Dia sebagaimana Dia memuji dirinya, Maha Tinggi Dia, di mana semua hamba-Nya tidak pernah lepas sedetik pun dari kepemurahan-Nya, bahkan adanya mereka dan masih dapat hidup tidak lain karena kepemurahan-Nya. Sungguh buruk sekali mereka yang merasa tidak membutuhkan-Nya dan menisbatkan kepada-Nya sesuatu yang tidak layak bagi-Nya, namun Dia Maha Penyantun, tidak segera menghukum mereka meskipun Dia berkuasa dan tetap terus mengejak mereka bertobat dari sikap itu (lihat ayat 65 setelah ini).

[20] Hal ini merupakan hukuman besar yang ditimpakan kepada seorang hamba, yakni Al Qur’an yang seharusnya menghidupkan ruh, membahagiakannya di dunia dan akhirat serta menjadikannya mendapatkan keberuntungan, yang mengharuskan seseorang menerimanya, tunduk kepada Allah dan mensyukuri-Nya, namun malah menambah kesesatan baginya dan menambah kekafirannya. Hal itu tidak lain karena berpaling daripadanya, menolaknya dan malah menentangnya.

[21] Masing-masing golongan mereka menyelisihi yang lain, tidak mau bersatu dan tidak mau tolong-menolong, bahkan saling benci-membenci dan tidak mau sepakat untuk hal yang bermaslahat bagi mereka semua.

[22] Untuk memerangi Islam dan para pemeluknya.

[23] Dengan mengecewakan mereka, memecah belah tentara mereka dan memenangkan kaum muslimin.

[24] Dengan melakukan berbagai kemaksiatan, mengajak kepada agama mereka yang batil dan menghalangi manusia dari agama Islam.

[25] Oleh karena itu, Dia akan menyiksa mereka.

Tags: Tafsir Lengkap Al Quran Online Indonesia, Surat Al Maidah, Terjemahan Dan Arti Ayat Al Quran Digital, Penjelasan dan Keterangan, Asbabun Nuzul, Download Tafsir Al Quran, Footnote atau catatan kaki.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.